Perlu sistem yang baik, dan sistem yang baik, dilandasi oleh Undang-undang yang mendukung. Karena itu Undang-undang Perampasan Asset, diperlukan dan Undang-undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Kekejaman terhadap rakyat, kedua Undang-undang tersebut perlu dibuat, untuk landasan membangun sistem yang baik.
Arteria Dahlan berkata: “Data dari PPATK menyadarkan kita, untuk secara serius merumuskan bersama, cara-cara yang bisa dilakukan untuk mulai mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Pemerintah lewat Komite TPPU (yang baru dibentuk di tengah masa jabatan kedua SBY), kita dukung untuk melanjutkan kerjanya. Dari sisi DPR, kita membantu dengan mengegolkan RUU tentang Perampasan Asset, juga tentang mekanisme pembuktian terbalik oleh terduga pelaku TPPU.”
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan pidana yang amat sulit dibuktikan, menurut para ahli hukum. Apa itu TPPU?
TPPU adalah dimasukkannya kekayaan dari hasil tindak kejahatan (narkoba, terorisme, perdagangan anak, penilepan dana amal, penyelundupan, suap, korupsi) ke dalam sistem keuangan resmi dan legal. KPK tidak ditugaskan untuk menangani TPPU, melainkan KPK hanya menangani satu sisi saja yaitu korupsi.
Indonesia membutuhkan tokoh seperti Arteria Dahlan, untuk membangun usaha bersama, untuk mulai memperhatikan TPPU ini secara serius. TPPU tidak bisa terjadi atas peran seorang penjahat saja, melainkan hasil kerja jaringan. Karena itu, untuk mengatasinya pun, perlu kerja jaringan sosok dan tokoh orang baik, berani, tulus, dan kompeten.
Tapi bukan itu yang dikatakan AD. Arteria Dahlan memilih untuk merangkai kata-kata, untuk menunjukkan bahwa dirinya keren, baik, dan mulia, serta berani menghadapi Mahfud MD. Dan pada akhirnya AD juga menunjukkan, bahwa dirinya tidak bernalar, kurang pengetahuan, serta tidak menunjukkan keseriusannya untuk mengatasi TPPU yang diduga kuat terjadi secara masif dalam puluhan terakhir ini.
Sebaliknya, Arteria Dahlan berkata, DPR tahu kebobrokan semua orang, tapi DPR berdisiplin untuk tidak membuka (aib)nya. Menurut AD, permasalahan diselesaikan di ruang tertutup. Menurutnya, itulah cara DPR bekerja. Bambang Wuryanto, Ketua Komisi III DPR RI, menambahkan bahwa anggota DPR di Komisi III tidak akan berani mengegolkan RUU Perampasan Asset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartel, kecuali atas pesan dari Ketua Umum Partai, walau pernyataan terakhir ini dinyatakan dengan nada canda.
Berikut kata-kata yang disampaikan oleh Arteria Dahlan: ““Kami tahu semua orang salahnya, Pak, aibnya tahu. Tapi kami berdisiplin, tidak mengumbar aib. [Mengapa?] Karena buat apa aibnya diumbar, kalau masalahnya gak selesai. Itulah DPR, Pak. Kami tahu kelakuan semua orang di sini. Tapi kita jaga betul kehormatan antar-lembaga. Bagaimana kalau kita serang si A, sehingga rakyat tidak percaya sama si A, gaduh lagi. Bagaimana kalau kita lihat polisi polisi gak bener, kita katakan polisi gak bener. Gaduh lagi. Kita tahan, Pak. Selalu kita katakan mereka baik. Nanti koreksinya di ruang tertutup.”
Pada akhirnya kita tahu, Keputusan Pemerintah SBY pada Januari 2012, tepat di pertengahan masa jabatan kedua beliau, memang didasarkan atas permasalahan yang amat nyata. “Koreksi di ruang tertutup” tidaklah berjalan, karena justru dalam ruang tertutup itu, bukan kepentingan rakyat yang dibahas, tapi kepentingan menyelematkan elit, yang sudah dimanjakan oleh kekuasaan yang panjang. _Shadow oligarchy_.
Kartel merupakan gabungan perusahaan sejenis, yang bertujuan untuk mengendalikan produksi, persaingan, dan harga. Di Indonesia, kartel tidak hanya kumpulan pengusaha, melainkan juga melibatkan politisi yang bisa membela dan mempertahankan kepentingan kartel. Pembentukan kartel tidaklah didasarkan atas tujuan mulia, untuk membela kepentingan rakyat, melainkan untuk menjaga kepentingan elit pengusaha, yang dibantu oleh elit politisi, yang jika perlu, mengorbankan rakyat.
Karena itulah, selain diperlukan UU Perampasan Asset, diperlukan juga UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Kekejaman terhadap rakyat, lewat harga pupuk yang mahal, harga hasil tani yang ditekan rendah, dan banyak kekejaman di berbagai bidang, tidak hanya pertanian, pada akhirnya harus diakhiri. Penyelesaian masalah ini, tidak lagi bisa dilakukan di belakang layar, di ruangan tertutup. Semua harus dibuka.
Untuk menyadarkan kita, bahwa pada akhirnya, rakyat harus bergerak. [Dan dari sudut pandang DDB Indonesia], gerakan itu adalah gerakan pemberdayaan masyarakat, untuk membantu petani, peternak, nelayan, dan lain-lain.
Ditulis Oleh : Muhamad Abdulkadir, Aktifis dan Pendiri DDB Indonesia