Oleh : Candra Malau
Film KKN di Desa Penari berhasil “menari” di Bioskop. Saat ini, film yang disutradarai Awi Suryadi itu, menjadi film terlaris dalam sejarah perfilman bergenre mistis di Indonesia. Sejak dirilis pada 30 April 2022 lalu, hingga 23 Mei 2022, film yang diadaptasi dari cerita viral di Twitter tersebut, sudah mencapai hampir 8 juta penonton.
“Hari ini tembus lebih dari 7.777.777 orang, sudah bertemu Badarawuhi.” Demikian ditulis dalam salah satu flyer Film KKN di Desa Penari, yang bersileweran di media sosial.
Badarawuhi adalah sosok “Jin atau Siluman Ular” yang menguasai “Desa Penari” yang dalam film diperankan oleh Aulia Sarah.
Disadur dari sejumlah situs, cerita KKN di Desa Penari ditulis oleh pemilik akun anonim Twitter @SimpleM81378523 dan disebar lewat Twitter, tahun 2019 lalu. Ceritanya mengisahkan 6 orang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di sebuah kota, sedang melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa, yang dinamakan oleh pengisah “Desa Penari”.
Dituliskan, saat pelaksanaan program kampus itu, ada di antara mahasiswa peserta KKN yang melanggar pantangan desa setempat, sehingga mendapat ”bala” dari ”penunggu” di Desa Penari itu. Kisahnya berakhir tragis yang ditandai dengan kematian mahasiswa yang melanggar rambu-rambu kearifan lokal tersebut.
Banyak cerita horor yang berkembang di Indonesia dan difilmkan, tapi tidak sefenomenal KKN di Desa Penari. Baik itu bersifat fiksi atau pun kisah nyata. Kita pernah melihat di layar kaca misalnya : Pocong, Jelangkung, Suster Ngesot, Si Manis jembatan Ancol. Atau film yang diangkat dari kisah nyata berjudul Dukun AS, yang mengisahkan peristiwa pembunuhan berantai oleh seorang dukun terhadap puluhan pasiennya perempuan, di Deli Serdang, pada tahun 90-an.
Lantas, apa kira-kira yang membuat kisah horor itu menjadi terkesan “lebih horor” dari beragam cerita horor di tanah air, sehingga sampai difilmkan dan berhasil ”menari” di panggung bioskop?
Yang membuat cerita ini menjadi fenomenal terletak pada aspek “kemisteriusannya”. Dimana dalam hal ini, penulis cerita tidak mau dengan gamblang menjelaskan dimana tempat, kapan terjadinya, dan siapa sebenarnya tokoh asli dari cerita yang menurutnya kisah nyata itu.
Mengutip dari channel youtube Raditya Dika, penulis bercerita melalui pesan suara whatsapp, terkait cerita yang dikisahkannya itu. Dia mengaku tidak menulis cerita itu persis sama dengan yang didengarnya, dari dua orang narasumber, yang menurutnya merupakan tokoh asli dalam cerita.
“Kalau cerita aslinya, mahasiswa yang KKN itu ada 14 orang. Ada juga dosen pendamping, ” ujarnya.
Dia juga mengatakan, bahwa tahun kejadian yang sebenarnya bukan 2019, sebagaimana dituliskannya. Penulis cerita mengaku bahwa sesuai yang didengarnya dari narasumber yang katanya mengalami peristiwa itu, kejadian mistis itu terjadi jauh sebelum tahun 2019. Dia juga bersikukuh, akan tetap merahasiakan segala sesuatu yang bersifat asli terkait cerita itu, selain hanya sebagian besar alur cerita yang didengarnya dari narasumber.
Di sinilah letak “kemisteriusan” kisah ini, dan hal inilah yang membuatnya jadi fenomenal. Aspek ini ditangkap dengan jeli oleh pelaku perfilman. Dimana, semakin sesuatu itu misterius, maka nilai fenomenalnya makin kental. Digarap jadi sebuah film dan dimarketingkan dengan bagus, maka ‘menarilah’ film itu dalam layar kaca, dan makin banyaklah orang “bertemu” dengan Badarawuhi. (*)