WAHANAINFO.COM – Kadis Pertanian Kabupaten Simalungun, Ruslan Sitepu, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kios-kios pengecer pupuk bersubsidi. Sidak ini dampak dari adanya informasi kelangkaan pupuk dan harga jual yang melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET)
Ruslan menggelar sidak didampingi Kabid Sarana dan Prasarana Mudianto, Staf, dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Sidak dilakukan pada Senin 01 Agustus 2022, sekitar pukul 10.00 WIB. Diawali di UD Nadia Nagori Sigodang, kemudian dilanjutkan ke UD Mutiara Nagori Sigodang Barat, Kecamatan Panei.
Di UD Nadia, Ruslan mengingatkan pemilik kios agar tidak bermain-main dalam hal pendistribusian pupuk ke petani. Dia juga menekankan agar pemilik kios menjual pupuk tidak melampaui dengan HET.
Pemilik UD Nadia bermarga Saragih mengklaim, pihaknya selalu mendistribusian pupuk dengan baik. Hanya saja, terkait harga, apabila dijual sesuai HET, maka kios akan tidak mendapatkan untung dari penjualan.
“Banyak kali uang keluar. Kalau sesuai HET, itu sudah mustahil,” katanya.
Ruslan kemudian menyampaikan bahwa sebelumnya dia pernah meminta seluruh kios pengecer agar menjual pupuk sesuai HET, namun menuai perlawanan dari para kios pengecer.
“Sudah pernah juga saya himbau. Kalau sesuai HET, kata mereka (pemilik kios-red), semua pemilik kios akan serentak mundur. Makanya kita juga dilema terkait harga ini. Kalau kios tutup semua, siapa yang menyalurkan pupuk ke petani? Akan jadi masalah juga ,” ujar Ruslan.
Kepada wartawan dia menegaskan, apabila ada petani yang merasa keberatan dengan harga pupuk, diminta agar dilaporkan saja.
“Dilaporkan saja, biar diproses. Laporkan ke Disperindag atau ke penegak hukum. Karena kami tidak punya kewenangan untuk itu. Kami hanya mengurusi kuota dan penetapan harga melalui kementrian pertanian. Masalah pengawasan dan penindakan itu ke Dinas Perindag,” jelasnya.
Selanjutnya Kadis dan rombongan menuju UD Mutiara Sigodang Barat. Disana, Ruslan menanyakan bagaimana kondisi penyaluran pupuk subsidi.
Jhon Edi Riston Saragih, pemilik UD Mutiara, mengeluhkan banyaknya petani yang mengutang dalam pembelian pupuk.
“Banyak yang ngutang, pak,” ujar Edy ke Ruslan.
Mendengar itu, Ruslan menanyakan apakah PPL tidak melakukan pembinaan kepada kelompok tani agar menyediakan uang kas.
PPL Pertanian Andi Purba menjawab, sudah melakukannya. Dia mengaku kerap mensosialisasikan kepada kelompok tani, agar menyediakan uang kas. Namun, langkah itu tidak berhasil.
Kemudian Ruslan meminta PPL agar bekerja lebih serius lagi. Ruslan meminta agar organisasi kelompok tani diperkuat dengan adanya kas.
“Agar kalau pupuk turun, bisa langsung ditebus ke kios. Jadi pemilik kios pun terbantu, lalu kita (Dinas Pertanian) punya kekuatan memaksa kios agar menjual pupuk sesuai HET. Kalau petani mengutang, kan kita tidak bisa menekan kios?,” ujar Ruslan.
Ruslan juga mengungkapkan bahwa terjadinya kelangkaan dan harga di atas HET itu disebabkan minimnya jatah kuota pupuk yang disubsidi oleh Kementerian Pertanian. Contohnya, pupuk urea, dari 34 ribu ton kuota pupuk yang diajukan ke Kementerian, yang direalisasikan hanya 16 ribu ton atau hanya 49,5 persen.
“Memang jatah kita itu sangat sedikit dibanding kebutuhan kita. Itu membuat hukum dagang jadinya yang berjalan. Kalau kuota tidak sesuai dengan kebutuhan, maka hukum dagang yang berjalan. Ini yang menjadi dilema kita,” paparnya.
Penyebab lainnya, lanjut Ruslan, naiknya pupuk non subsidi juga sangat mempengaruhi. Dulu, perbandingan harga subsidi dengan non subsidi hanya sedikit. Namun sekarang, perbandingannya sangat jauh mencapai 4 kali lipat. Karena petani tidak sanggup membeli non subsidi, akhirnya semua fokus mengejar subsidi. Sementara kuota yang ada sangat kurang.
Naiknya harga pupuk subsidi juga disebabkan adanya perang antara negara Rusia dengan Ukraina. Hal ini membuat penyaluran bahan baku dari Rusia menjadi tersendad. Otomatis pasokan bahan baku menurun. Lantas, Ruslan menyarankan agar petani beralih ke pupuk organik.
“Semaksimal mungkin saya selalu berupaya bagaimana agar kuota pupuk subsidi ditambah. Bahkan pak Bupati juga kemarin sudah berkomunikasi ke Kementerian agar kuota ditambah. Sudah ditambah, tapi hanya dua ton. Selanjutnya kita berupaya lagi bagaimana supaya bisa ditambah lagi,” pungkas Ruslan. (Jos)