Wahana Info, P.Siantar
Saat memberikan Kesaksian pada lanjutan Sidang Kasus Lahan Dolog Parmonangan di PN Simalungun Rabu tanggal 3 Juli 2024 kembali saya menegaskan bahwa tidak ada tanah adat di Simalungun.
Demikian dikatakan Dr.Sarmedi Purba SPOG Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Pemangku Adat dan Cendikiawan Simalungun (DPP-PACS) kepada wartawan Jumat (5/7/2024).
Dr.Sarmedi Purba SPOG mengatakan bahwa dalam kasus ini tuntutan jaksa terhadap Sorbatua Siallagan adalah karena merusak tanaman hutan eucalyptus milik TPL dengan alasan tanah itu milik masyarakat adat marga Siallagan.
Saya hadir dipanggil JPU sebagai saksi ahli dan saya nyatakan pada persidangan tersebut bahwa tidak ada tanah adat di Simalungun.
Dijelaskan Dr.Sarmedi Purba SPOG pada zaman kerajaan hanya ada 3 kelompok masyarakat di 7 kerajaan Simalungun yaitu Keluarga Raja (Partongah/Raja dan Partuanon, Paruma (rakyat biasa) dan Jabolon (budak).
Sejak korte verklaring awal abad ke 20 perbudakan dihapuskan di seluruh dunia termasuk di Hindia Belanda yang kemudian disebut Nusantara. Masyarakat Adat dalam bahasa Inggeris adalah indigenious people (penduduk asli) yang oleh PBB direkomendasikan untuk dilindungi hak adanya seperti nomads di Eropa, suku Baduy di Jawa Barat, suku Anak Dalam di Jambi. Jadi tidak ada yang dikategorikan sebagai “tanah adat ” di Simalungun tegas Dr.Sarmedi Purba SPOG.
Lebih lanjut Dr.Sarmedi Purba mengatakan bahwa suku Toba dulunya masuk ke Simalungun sebagai “Pangula” (Pekerja Harian di ladang Simalungun) dan kemudian menyewa tanah kerajaan untuk membuka sawah di Simalungun Hataran untuk suplai buruh perkebunan Belanda, termasuk marga Siallagan yang datang dari Samosir pungkasnya.
Seperti diketahui pada sidang lanjutan kasus konflik lahan Dolok Parmonangan dengan terdakwa Ketua Adat Ompu Umbak Siallagan Kamis 4 Juli 2024) sejumlah saksi dihadirkan mulai dari saksi asal BPN Simalungun hingga Tokoh Etnis Simalungun.(hp)